KONSEP
DAN PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA DAN MANCANEGARA
Kewirausahaan
di Indonesia boleh dikatakan belum berkembang. Berdasarkan hasil penelitian
seorang ilmuwan Amerika Serikat (AS), David McClelland, suatu negara dapat
dikatakan makmur, minimal harus memiliki jumlah wirausahawan sebanyak dua
persen dari jumlah populasi penduduknya. Sedangkan jumlah wirausahawan di
Indonesia hanya 0,18% nya. Sepertinya masyarakat di Indonesia masih belum bisa
melepaskan corak agrarisnya dan enggan berinovasi untuk menciptakan lapangan kerja.
Makalah ini ditulis dengan tujuan membuka mata masyarakat Indonesia terutama
kaula muda untuk berwirausaha karena adanya jumlah wirausahawan yang ideal dan
memiliki pengabdian kepada negaranya merupakan salah satu komponen agar
Indonesia bisa menjadi negara yang makmur dan sejahtera serta mampu bertahan
dan bersaing dengan negara-negara lain.
A.
Pengertian Kewirausahaan
Telah
kita ketahui bersama bahwa pemerintah sampai saat ini masih sangat terbatas
dalam penyediaan lapangan kerja baru. Potensi penunjang pembangunan bangsa
masih terbuka lebar asalkan para wirausahawan mampu menciptakan dan membuka
lapangan kerja baru menjadi pelopor pembangunan.
Mengingat perannya sangat penting, pemerintah telah mengeluarkan itruksi
presiden No. 4 tahun 1995 untuk menumbuhkan semangat kepeloporan dikalangan
generasi muda agar mampu menjadi wirausahawan. Dalam lampirannya tentang
Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GNMMK)
kewirausahaan adalah :semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi
dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan
yang lebih baik dan keuntungan yang lebih besar.
Berikut ini diuraikan pengertian Kewirausahaan dan Wirausaha :
§
Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (ZIMMERER,
1996)
§
Kewirausahaan adalah mental dan sikap jiwa yang selalu aktif berusaha
meningkatkan hasil karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan
§
Kewirausahaan adalah suatu proses seseorang guna mengejar peluang-peluang
memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui inovasi, tanpa memperhatikan sumberdaya
yang mereka kendalikan (ROBEN, 1996)
§
Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain
Sedangkan Wirausaha adalah :
Seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan
untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau
hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan, mengelola, mengendalikan semua
usahanya.
Pentingnya
Pengembangan Kewirausahaan dan Pendidikan Kewirausahaan bagi
Bangsa Indonesia
Melihat
pengertian dan teori kewirausahaan dikaitkan dengan keadaan dan masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan saat-saat mendatang dalam rangka
mensukseskan tujuan nasional mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan yang
saat ini jumlahnya melebihi 200 juta penduduk dengan lokasi yang tersebar lebih
dari seribu pulau ini, pastilah merupakan tantangan yang tidak kecil dan
harus dihadapi secara tepat dan sistematis.
Bagaimana pentingnya pengembangan kewirausahaan dan pendidikan kewirausahaan
bagi bangsaIndonesia kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Indonesia
di awal abad 21 dilihat dari segi jumlah penduduk telah menjadi negara terbesar
kelima di dunia, dengan sebagian besar penduduknya adalah angkatan kerja, dan
sebagian dari jumlah itu adalah tenaga muda alumni Perguruan Tinggi. Jumlah
penduduk yang besar tersebut bisa saja merupakan potensi apabila berkualitas
baik, tetapi apabila tidak jumlah penduduk yang besar itu akan menambah
bertanya beban pembangunan.
2.
Menurut
penelitian, tampaknya ada korelasi antara jumlah penduduk yang berkewirausahaan
dan tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Negara yang maju memiliki wirausahawan
lebih dari 6% jumlah penduduk, sedang jumlah wirausahawan Indonesia menurut
penelitian tahun 1982 belum mencapai 0,5%.
- Telah
terbukti tingkat kemajuan dan keterbelakangan suatu negara tidak terletak
pada jumlah penduduk, kekayaan alam, luas wilayah, warna kulit atau suku
bangsa, ataulamanya kemerdekaan yang telah dialami, tetapi adalah terletak
pada kualitas manusianya.
2.
Pentingnya Pendidikan Kewirausahaan
Lulusan
Perguruan Tinggi dan Tuntutan Global
Dalam usaha untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa dibutuhkan
wirausaha-wirausaha yang tidak hanya berpendidikan dan berpengetahuan luas
serta menguasai teknologi(Intelectual Quotion), namun juga perlu memiliki
EQ(Emotional Quotion) dan SQ(Spiritual Qoution). Perguruan tinggi berperan
serta dalam mensejahterakan bangsa, membangun ekonomi yang kini masih terpuruk.
Berdasarkan kondisi objektif masyarakat, khususnya Perguruan Tinggi (PT)
sebagai penghasil sumberdaya manusia berkualitas, ternyata masih belum mampu
menghasilkan lulusan yang siap untuk berusaha secara mandiri memulai usahanya
sendiri dan bukan hanya menunggu “diberi pekerjaan” oleh industri. Hal ini di tandai
dengan adanya:
- Angka
penganguran lulusan PT yang cukup tinggi
- Kesulitan
mencari kerja dengan masa tunggu yang cukup lama
- Over
supplied lulusan secara kuantitas tetapi under supplied lulusan
secara kualitas
- Perilaku
jiwa kewirausaha lulusan masih rendah
- Relevansi
lulusan dengan kebutuhan pasa kerja masih kurang
- Kecakapan
hidup rendah ditandai dengan lemahnya komunikasi verbal dan memalui
media tulis, lemahnya penguasaan bahasa asing dan lemahnya peggunaan
teknologi informasi
- Kurang mampu
bersaing dengan global
- Masih
lemahnya jalinan kemitraan dengan dunia industri.
Perguruan Tinggi sebagai penghasil sumberdaya
manusia berkualitas,dituntut untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa dan
negara dengan membentuk manusia-manusia yang cerdas dan berjiwa entrepreneur
mempunyai keunggulan kompettitid dan komparatif sehingga bisa menang dalam
persaingan global. Pendidikan kewirausahaan harus dipandang secara luas
dalam teknologi keterampilan yang dapat di ajarkan dan karakteristik yang dapat
mambangkitkan motivasi para mahasiswa sehingga dapat menolong mereka untuk
mengambangkan rancana baru dan rencana inovatif sebuah usaha bisnis baru.
Wirausahawan,
Betapa Langkanya Profesi Ini Di Indonesia. Wisudawan Lebih Senang Menjadi
Pegawai Atau Pejabat
Sungguh menarik melihat
kemauan pemerintah yang akan menyumbangkan 110 miliar untuk pendidikan
kewirausahaan di tahun 2009. Dengan pendidikan kewirausaan tersebut diharapkan
para lulusan perguruan tinggi dapat mencetak lapangan kerja bukannya mencari
lapangan kerja, karena seperti yang kita ketahui pertumbuhan lapangan kerja
yang tidak sesuai dengan jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia
mengakibatkan sulit dan kerasnya mencari pekerjaan.
Banyak sekali para pemuda yang menenteng ijazahnya kesana kemari untuk mendapatkan
pekerjaan. Tetapi sebaliknya tidak sedikit pula orang-orang yang sukses
berwirausaha dengan pendidikan yang minimal, contohnya saja Adre Wongso yang
mengaku Sekolah Dasar saja tidak tamat tetapi sekarang bisa menjadi motivator
yang besar.
Lalu
pertanyaannya, adakah yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Bercermin dari
kenyataan bahwa Pendidikan Formal baik itu di bangku sekolah maupun Perguruan
Tinggi hanya mengajarkan pada penguasaan hard skills. Seorang datang ke
kelas, guru menerangkan kemudian pulang dengan membawa segepok ilmu, itupun
bagai mereka yang memahami tetapi di sisi lain kita masih kebingungan bagaimana
mengaitkan segepok ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian menunjukkan, keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh kepandaian
yang dipunyai, tetapi oleh factor lainnya yang sangat panting. Tingkat
kecerdasan cuma menyumbang sekitar 20 – 30 persen keberhasilan, selebihnya
ditentukan soft skills. Penelitian National Association Colleges and
Employers (NACE) pada tahun 2005 menunjukkan hal itu, dimana pengguna tenaga
kerja membutuhkan tenaga kerja berupa 82 persen soft skills dan 18
persen hard skills.
Soft skills, menurut Rektor Udinus Dr. Edy Noersasongko ada tiga
karakter utama yang akan dibentuk melalui pendidikan soft skills ini.
Yakni kerja keras (hardwork), kemandirian (independent), serta
kerjasama (teamwork). Tiga karakter utama tersebut bisa dijabarkan
menuju beberapa karakter turunan. Misalnya dari karakter kerja keras
dikembangkan sikap persistent, risk taking serta energetic.
Adapun sikap kemandirian melahirkan karakter responsive, percaya diri dan
berinisiatif. Sikap-sikap tersebut, menurut Edy sangat dibutuhkan para calon
wirausahawan.
Selaras dengan kemampuan soft skills alangkah lebih baiknya lagi apabila
dibarengi dengan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) yang andal.
Pendidikan kewirausahaan sangat perlu diajarkan sejak dari bangku Sekolah
hingga Perguruan Tinggi untuk mencetak lulusan-lulusan yang produktif.
Disamping pendidikan kewirausahaan seorang mahasiswa harus juga diberikan
pelatihan semacam magang. Penggabungan antara teori dan praktek merupakan ilmu
dan pengalaman yang tidak ternilai harganya.
Sebagai contohnya, dengan mendirikan gerai makanan, penjualan tiket, ataupun
simpan pinjam. Disini para mahasiswa dapat bergantian untuk menjaga gerai
tersebut selain itu setiap mahasiswa diberi motivasi semacam diberi target.
Dengan begitu mereka akan merasakan bagaiamana dunia kerja yang lebih nyata,
sebelum mereka mendapatkan gelar sarjana. Disinilah peran pemerintah, swasta
dan dunia perbankan dalam turut serta memajukan pendidikan di Indonesia yang
lebih berkualitas.
3. Pengembangan
Budaya Kewirausahaan
Pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian
yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku
kewirausahan sasaran didik, baik di sekolah-sekolah baik tingkat menengah maupun perguruan tinggi, maupun di pendidikan profesional.
Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja. Dari lain,secara historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah
Belanda, ikut mewarnai orientasi pendidikan kita. Sebagian besar anggota masyarakat mengaharapkan output pendidikan sebagai pekerja, sebab dalam pandangan
mereka bahwa pekerja (terutama pegawai negeri sipil) adalah priyayi yang
memiki status sosial cukup tinggi dan disegani oleh warga masyarakat.
Menurut data
Direktorat Jendral Pemuda dan Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan
Nasional dari 75.3 juta pemuda Indonesia, 6,6 persen yang lulus sarjana. Dari
jumlah tersebut 82% nya bekerja pada instansi pemerintah maupun swasta,
sementara hanya 18% yang berusaha sendiri atau menjadi wirausahawan. Padahal
semakin banyak lulusan PT yang menjadi wirausahawan akan dapat mempercepat
pemulihan ekonomi. Kewirausahaan (berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi
bangsa), misalnya Singapura, Malaysia dan Cina menjadi negara-negara yang
pertumbuhan perekonomian sangat pesat karena menerapkan prinsip-prinsip
entrepreneurship. Menyadari akan minimya sumber daya alam, pemerintah bersama
dunia usaha sangat bergantung pada kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam
menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas.
Melihat
kondisi tersebut, maka perguruan tinggi sudah selayaknya mampu berperan aktif
menyiapkan sumber daya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai
tantangan kehidupan baik lokal, regional maupun internasional. Maka
diperlukan pendidikan berbasis kewirausahaan yaitu pendidikan yang menerapkan
prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan hidup (life
skill) mahasiswanya melalui kurikulum yang terintegrasi. Pendidikan yang
demikian berorientasi pada pembentukan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship)
yaitu jiwa keberanian dan kemauan menghadapi permasalahan hidup dan kehidupan
secara wajar, berjiwa mandiri, tangguh dan berdaya saing, dan berjiwa kreatif
untuk mencari solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Keterpaduan
yang sinergik antara penguasaan ilmu dan teknologi (termasuk kejelian
menerapkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat), keahlian pemasaran (termasuk
komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan), keuangan (financial cost)
dan manajemen produksi akan meningkatkan penciptaan dan pertumbuhan
wirausaha-wirausaha baru. Selama ini para akademisi, ilmuwan, perencana maupun
peneliti Indonesia yang terlalu sedikit yang menaruh minat dalam bidang
kewirausahaan, sehingga mengakibatkan sebagian besar dari hasil-hasil
penelitian dan pengembangan hanya bernilai akademis saja dan hanya beberapa
produk penelitian yang bisa dikomersialkan dan dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pengembangan
budaya kewirausahaan di Perguruan Tinggi dilaksanakan untuk menumbuh kembangkan
jiwa kewirausahaan pada para mahasiswa dan juga staf pengajar serta diharapkan
menjadi wahana pengintegrasian secara sinergi antara penguasaan sains dan
teknologi dengan jiwa kewirausahaan. Tumbuh kembangnya budaya kewirausahaan di
Perguruan Tinggi diharapkan bahwa hasil-hasil penelitian dan pengembangan
selain bernilai akademis, juga mempunyai nilai tambah (added value) bagi
kemandirian perekonomian daerah maupun nasional.. Demikian pula para lulusan
Perguruan Tinggi tidak hanya berorientasi dan mampu menjadi pekerja saja, tapi
juga berorientasi dan mampu bekerja mandiri, menciptakan usaha baru (start
up company) dan mengelola perusahaan atau industri sendiri, yang tidak
tertutup kemungkinannya menjadi industri atau perusahaan besar. Situasi ini
akan membuka peluang lebih besar bagi terwujudnya Industrial Park yang
telah sejak lama menjadi cita-cita di banyak Perguruan Tinggi. Dengan demikian
hubungan sinergik antara pengembangan sains dan teknologi dengan penerapannya
untuk kemandirian bangsa Indonesia dalam bidang teknologi dan ekonomi akan
terwujud dengan dukungan penuh Perguruan Tinggi.
Pengembangan
konsep atau ide-ide yang didasarkan pada pengetahuan baru, metode-metode, desain
produk dan produk-produk yang dihasilkan yang bisa dikomersiasisasikan melalui
suatu wadah yang dinamakan inkubator bisnis. Jadi Inkubator bisnis merupakan
suatu institusi atau tempat untuk menumbuhkembangkan usaha baru (start-up
company) menjadi usaha kecil dan menengah (UKM) yang berdaya saing, tangguh
dan mandiri. Jika usaha baru tersebut berbasis inovasi/teknologi maka
inkubatornya disebut inkubator teknologi. Inkubator ini bertujuan untuk
mengkomersialisasikan teknologi baru, transfer teknologi ke pasar atau
mempercepat proses inovasi ke implementasi.
Contoh Pengembangan Budaya
Kewirausahaan
Pengembangan kewirausahaan di lingkup UNM
tidak terlepas dari penciptaan budaya kewirausahaan di civitas akademikanya.
Sebagai lembaga pendidikan,UNM menerapkan penanaman pola pikir, sikap dan
orientasi kewirausahaan melalui pendidikan dan pengembangan kurikulum serta
aktivitas kemahasiswaan yang berbasis kewirausahaan.
Lebih lanjut, strategi agar program pendidikan kewirausahaan mahasiswa ini
menjadi suatu program yang berkelanjutan, maka UPT Pusat Kewirausahaan UNM
telah dan sedang mengembangkan unit-unit bisnis yang berbasis wirausaha.
Unit-unit bisnis ini akan menjadi tempat praktek wirausaha bagi mahasiswa
peserta program kewirausahaan di lingkup UNM.
Selain itu juga sangat disadari kelancaran dan efektivitas program pengembangan
kewirausahaan tidak akan berjalan baik bila tidak didukung oleh pihak lain,
baik instansi pemerintah, instansi, perbankan dan masyarakat. Oleh karena itu,
UPT Pusat Kewirausahaan UNM senantiasa mengembangkan kerjasama yang saling
mendukung dan berkesinambungan dengan pihak-pihak tersebut.
b. Kasus
Andi
berniat mendirikan perusahan yang memproduksi dan menjual kentang
goreng.
Tetapi ia tidak memiliki modal yang cukup. Berdasarkan hasil observasi,modal awal
yang diperlukan Andi untuk membeli bahan baku,peralatan, perlengkapan dan sewa
tempat adalah Rp 20.000.000 tetapi ia hanya memiliki Rp 15.000.000. Saat ia menceritakan niatnya pada teman-temannya,
Wawan bermaksud untuk bergabung dengan Andi dan berjanji memberikan tambahan modal.
Tetapi Wawan tidak memiliki pengalaman berbisnis sebelumnya dan terkenal kurang
jujur. Pada saat bersamaan koperasi dimana Andi bergabung bersedia memberikan
pinjaman dengan bunga 12%setahun.
Setelah
berjalan selama 3 bulan. Berikut adalah laporan rugi/laba perusahaan
yang
didirikan oleh Andi:
Laporan rugi/laba
106
Perusahaan “Kentang Goreng”
Untuk periode berakhir 31 Desember 2008
Pendapatan:
Penjualan
10,000,000
Harga pokok penjualan:
Persediaan
awal 2,000,000
Pembelian
7,000,000
Tersedia
untuk dijual 9,000,000
Persediaan
akhir 3,000,000
Harga
pokok penjualan 6,000,000
Laba kotor 4,000,000
Biaya operasional:
Biaya
komisi 500,000
Biaya
transportasi 100,000
Biaya
listrik, telpon, air 1,000,000
Biaya
gaji pegawai 1,200,000
Biaya
penyusutan bangunan 300,000
Biaya
penyusutan inventaris 200,000
Total
2,900,000
Laba operasi 1,100,000
Biaya
bunga 50,000
Laba
sebelum pajak 1,000,000
Biaya
pajak 200,000
Laba/(rugi) bersih 450,000
Ada
beberapa fakta yang berkaitan dengan bisnis kentang goreng:
1)
Biaya komisi diberikan pada pemasok bahan baku.
2)
Andi tidak benar-benar tahu siapa yang paling banyak menggunakan alat
elektronik
dan telpon. Air paling sering digunakan untuk mencuci kentang.
3)
Saat Andi memasuki bisnis ini telah ada merek “Top” yang telah lebih dahulu
terkenal
dan memiliki banyak pelanggan. Outlet terdekat “Top” berjarak 100
meter
dari outlet milik Andi.
4)
Beberapa bulan setelah Andi memulai bisnis, muncul perusahaan lain yang
menjual
produk singkong goreng yang dikemas menyerupai kentang goreng
dengan
harga yang lebih murah.
5)
Selama 6 bulan beroperasi, Andi telah memiliki pelanggan tetap setidaknya
100
orang yaitu para mahasiswa yang tinggal di dekat warung Andi.
6)
Meski telah dilatih selama 1 minggu, 2 dari 4 karyawan masih kurang
cekatan
melayani pembeli sehingga waktu tunggu pembelian yang awalnya
diperkirakan
5 menit menjadi molor 10 menit bahkan 13 menit. Selain itu
107
beberapa
pelanggan mengeluhkan rasa yang tidak sama jika dilayani oleh
karyawan
yang berbeda.
Pertanyaan:
1.
Berdasarkan kasus di atas, jenis badan usaha apa yang sebaiknya dipilih
oleh
Andi? Mengapa?
2.
Berdasarkan laporan rugi/laba biaya apa yang dapat dikendalikan oleh Andi?
Cara
apa yang bisa dilakukan untuk mengendalikan biaya tersebut?
3.
Identifikasi persaingan apa yang dihadapi oleh Andi?
4.
Bagaimana strategi memenangkan persaingan tersebut?
5.
Apa cara yang dapat dilakukan oleh Andi untuk mempertahankan
pelanggan?
6.
Strategi apa yang harus dilakukan oleh Andi untuk mengelola karyawannya?
SUMBER:
Alma,
Buchari, Kewirausahaan, Bandung: Alpabeta, 2007.
New
York: The Free Press Ian C. MacMillan. 1994.